--> Skip to main content

Petunjuk Praktis Tentang Hari Raya Besar Islam

Dasar Disyari'atkannya Shatat 'Id (Hari Raya)

Shalat 'id disyari'atkan berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah dan A1-Ijma'(kesepakatan ulama). Adapun dalil dan Al-Qur'an adalah firman Allah:

"Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah." (Al-Kautsar: 2).


Kebanyakan para ahli tafsir menyebutkan bahwa shalat yang dimaksud ayat tersebut adalah shalat 'Id. Dan telah diriwayatkan secara mutawatir bahwa : Rasulullah melaksanakan shalat 'idain. Ibnu Abbas   berkata:

"Saya ikut melaksanakan shalat Id bersama Rasulullah Abu Bakar, Umardan Utsman,semuanya shalatsebelum khuthbah "(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dan   para ulama telah menyebutkan adanya ijma' tentang disyari'atkannya shalat 'idain tersebut. Ibnu Qudamah berkata, 'Umat Islam telah  sepakat (ijma) mengenai  disyari'atkannya shalat 'idain.' (Al-Mughni, 3/253).

Hukum Shalat 'Id
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum melaksanakan shalat 'id, setelah mereka sepakat mengenai disyari'atkannya shalat tersebut. Imam Abu Hanifah menyatakan, hukum shalat 'id adalah fardhu'ain. Madzhab Hanbali dan  sebagian imam dalam madzhab Syafi'i menyatakan, hukumnya fardhu kifayah, yakni bila ada beberapa  orang yang telah melaksanakannya maka kewajiban itu gugur atas yang lain. Abu Musa Al-Asy'ari, Imam Malik dan sebagian besar imam dalam madzhab Syafi'i menyatakan, ia adalah sunnah mu'akkadah (yang sangat dianjurkan). Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah maka beliau lebih menguatkan pen-f dapat yang mengatakan fardhu eain, sebab menurut beliau, ia adalah di antara syi'ar Islam yang paling) agung dan ketika itu umat Islam berkumpul jauh ft lebih banyak dari ketika shalat Jum'at. Dalil masing - masing pendapat di atas disebutkan dalam kitab - kitab fiqih.

Waktu Shatat 'Id
Pada umumnya para ahli ilmu menyatakan? waktu shalat 'id adalah setelah terbitnya matahan kira - kira setinggi tombak hingga tergelincirnya   matahari.   Dan   itulah waktu dhuha, sebab kita dilarang melakukan shalat ketika matahari sedang terbit (waktu syuruq, isyraq) dan dimakruhkan shalat setelahnya, sampai matahari meninggi kira-kira setinggi tombak.

Shalat Idul Adha disunnahkan dilakukan pada awal waktunya, yakni bertepatan denganjama'ah haji di Mina yang sedang menyembelih kurban, juga agar umat Islam memiliki waktu yang cukup untuk menyembelih hewan kurban mereka.

Sedangkan shalat 'idul Fithri disunnahkan untuk diakhirkan, sehingga umat Islam memiliki waktu yang cukup dalam mengeluarkan zakat fithrah mereka.

Ibnul Qayyim berkata, 'Nabi & mengakhirkan shalat 'idul Fithri dan menyegerakan 'idul Adha. Dan adalah Ibnu Umar? karena sangat getolnya mengikuti sunnah, beliau tidak keluar untuk shalat Idain kecuali setelah terbitnya matahari.'

Tempat bisa diselenggarakannya Shalat 'Idain
Adalah sunnah menyelenggarakan shalat 'id di tanah lapang (mushalla). Demikianlah yang dilaku-kan oleh Nabi . Beliau keluar ke tanah lapang dan meninggalkan masjidnya untuk shalat idain. Hal yang sama juga dilakukan oleh para Khulafa'ur Rasyidin, dan umat Islam sepakat atas yang demikian. Nabi shalat 'idain di tanah lapang yang berada di pintu gerbang kota Madinah sebelah barat. Beliau tidak pernah melakukan shalat 'id di Masjid Nabawi, kecuali hanya satu kali, yaitu ketika turun hujan, tetapi hadits yang menyinggung masalah ini keduanya dha'if. Karena dalam sanad-nya terdapat Isa bin Abdul A'la bin Abi Farwah, dia adalah seorang yang majhul (tidak dikenal). Demikian pula dengan gurunya, Abu Yahya Ubaidillah At-Taimy.

Tata Cara Shatat 'Idain 
Shalat 'idain dilakukan sebelum khuthbah. Para ulama sepakat bahwa shalat 'idain adalah dua rakaat. Pada raka'at pertama bertakbir tujuh kali berturut-turut setelah takbiratul ihram dan pada raka'at kedua bertakbir lima kali berturut-turut. Disyari'atkan ketika bertakbir untuk mengangkat tangan. Tak diriwayatkan dari Nabi  bahwa beliau membaca dzikir tertentu antara dua takbir, tetapi disebutkan dari Ibnu Mas'ud bahwa beliau SI memuji Allah dan mengagungkanNya serta membaca shalawat atas Nabi. Setelah bertakbir, Nabi $t membaca Al-Fatihah kemudian membaca surat Qaaf atau surat Al-A'la dan pada raka'at kedua beliau membaca surat Al Qamar atau surat Al-Ghasyiah. Kemudian beliau menyempurnakan dua rakaat tersebut sebagaima-na shalat-shalat yang lain, tanpa ada perbedaan sedikit pun. Tidak Ada Adzan dan Iqamat

Shalat 'idain tidak didahului adzan dan iqamat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Jabir:

"Bahwasanya (shalat) hari raya Fitrah dan hari raya Kurban adalah tidak didahului dengan adzan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dari Jabir bin Samurah ia berkata:
"Aku shalat bersama Rasulullah^ tidak hanya sekali dua kali, dan (shalat) itu tanpa (didahului) adzan atau iqamat" (HR. Muslim).

Ibnul Qayyim menyebutkan, 'Jika Nabi M sam-pai di tanah lapang beliau langsung mendi-rikan shalat tanpa didahului adzan atau iqamat, juga tidak didahului dengan ucapan, 5**Vr 85LaS dan yang sunnah adalah hendaknya tidak diucapkan apa-pun sebelum shalat tersebut.' (Zaadul Ma'ad, 2/ 442).

Adakah   Shalat   Sebelum   Atau   Setelah Shalat 'ldain
Tidak diriwayatkan dari Nabi gg bahwa beliau melakukan shalat sebelum shalat 'id, juga tidak setelahnya.

Ibnu Abbas tg£ berkata:
"Nabi keluar pada hari raya Fithrah, lalu beliau shalat (hari raya) dua rakaat, dan beliau tidak shalat sebelumnya, juga tidak sesudahnya, padahal ketika itu ada Bilal (tukang adzan)." (H R. Al-Bukhari).

Ibnu Hajar Al-'Asqalani berkata, Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa terdapat shalat sunnah sebelum atau sesudah shalat Id. Adapun shalat sunnah muthlak, maka tidak ada riwayat yang melarangnya dengan dalil khusus, kecuali jika dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang, di mana larangan itu memang berlaku pada sepanjang hari.' (Fathul Bari, 2/476).

Apakah Shalat Id Diqadha'?
Sebagian ulama berpendapat bahwa jika sese-orang ketinggalan dari shalat 'id maka tidak wajib baginya meng-qadha', karena waktunya telah lewat, di samping   karena shalat sunnah itu tidak wajib diqadha', dan karena ia dilakukan secara berjama'ah.

Sebagian uiama berkata, 'Barangsiapa keting-galan shalat 'id maka disunnahkan baginya untuk meng-qadha' sebagaimana tata cara shalat 'id. Hal ini berdasarkan perbuatan Anas, juga karena ia merupakan qadha' shalat sebagaimana shalat-shalat yang lain.'

Mereka berkata, 'Jika ia mendapatkan imam sebelum salam maka hendaknya ia meng-qadha'-nya (melanjutkannya) sebagaimana tata cara shalat 'id. Dan jika datang dan mendapati imam sedang berkhuthbah, yakni setelah imam salam dari shalatnya maka hendaknya ia meng-qadha' shalat-nya sebagaimana tata cara shalat 'id.'

Khuthbah Shalat 'Id
Setelah imam salam dari shalatnya, ia menyampaikan dua khuthbah dengan menghadap ke arah jama'ahnya dan mereka duduk di tempatnya masing-masing. Ia berkhuthbah sambil berdiri, dan duduk sebentar antara dua khuthbah.

Menghadiri dua khuthbah 'idain tidaklah wa-jib. Barangsiapa mau hadir dan mendengarkannya' maka itu adalah lebih utama dan barangsiapa tidak menghendakinya maka boieh meninggalkan-nya. (Lihat Al-Mughni, 3/276, 279 ,280). Disunnahkan bagi imam untuk memberi nasihat khusus bagi kaum muslimah dan mengingatkan mereka untuk senantiasa mengikuti petunjuk Nabi

Sunnah-sunnah Pada Hari Raya
Ketika hari Raya, disunnahkan memakai pakaian yang paling bagus dan indah, tetapi dilarang memakai pakaian yang warnanya mencolok. Nabi  melarang memakai pakaian yang berwarna kuning keemasan dan pakaian yang berwarna merah (menyala).

Disunnahkan mandi sebelum pergi menunai-kan shalat 'id, baik 'idul Fithri maupun 'idul Adha.
Sebelum pergi menunaikan shalat 'idul Fithri disunnahkan memakan kurma dengan jumlah ganjil. Adapun pada hari Raya Kurban maka disunnahkan untuk tidak makan terlebih dahulu hingga kembali dari tanah lapang.

Disunnahkan pula keluar dengan berjalan kaki secara tenang, juga disunnahkan melewati jalan vang berbeda ketika pergi dan pulang dari shalat 'id.

Dalam menjelaskan petunjuk Nabi  ketika keluar shalat 'id. Ibnu Qayyim mengatakan:

"Beliau keluar dengan berjalan kaki dan melewati jalan yang berbeda ketika pergi shalat 'id. Beliau pergi melalui suatu jalan dan pulang melalui jalan yang lain. Dikatakan, hal itu untuk memberi salam kepada penduduk pada masing-masing jalan tersebut. Dikatakan pula, hal itu untuk mendapatkan berkah dari kedua belah pihak. Dikatakan juga, untuk memenuhi hajat bagi orang yang memiliki hajat dari kedua jalan tersebut. Dikatakan pula, untuk menampakkan syi'ar Islam pada setiap jalan dan gang. Dikatakan pula, untuk membuat cemburu orang-orang munafik karena melihat keagungan Islam, pemeluknya dan untuk menegakkan syi ar. Dikatakan pula, untuk lebih banyak menyaksikan dan mengetahui daerah-daerah. Dan sungguh, setiap orang yang pergi ke masjid atau tanah lapang untuk shalat, salah satu dari setiap langkahnya adalah untuk mengangkat derajat dan yang lainnya untuk menghapus kesa-lahan sampai dia pulang ke rumahnya. Dikatakan pula, dan ini yang benar, hal itu dilakukan (melewati jalan yang berbeda ketika pergi dan pulang dari shalat 'id) karena hal-hal yang disebutkan di atas, juga karena hikmah-hikmah lainnya." (Zaadul Ma'ad, 1/442).

Jika Hari Haifa Bertepatan dengan Hari Jum'at
Jika hari Raya bertepatan dengan hari Jum'at maka kewajiban shalat Jum'at menjadi gugur bagi orang yang melaksanakan shalat "id. Tetapi wajib bagi imam menyelenggarakan shalat Jum'at, agar orang yang mau mengikutinya bisa mengha-dirinya, juga bagi orang yang tidak sempat mela-kukan shalat 'id.

Dan wajib bagi orang yang tidak shalat Jum'at karena telah melaksanakan shalat 'id untuk melaku-kan shalat Zhuhur. Tetapi yang lebih utama adalah hendaknya ia shalat 'id dan shalat Jum'at untuk mendapatkan keutamaan keduanya, juga untuk mendapatkan pahala keduanya. Ibnul Qayyim berkata, 'Dan diberikan mkhshah untuk mereka bila hari Raya bertepatan dengan hari Jum'at untuk tidak menghadiri shalat Jum'at karena shalat Jum'atnya telah terpenuhi oleh shalat 'id." {Zaadul Ma'ad, 1 / 448). 
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar