--> Skip to main content

Makna Qalbun Salim Hati Yang Selamat

Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam menyatakan kepada kita bahwa hati merupakan pusat kebaikan dan kerusakan. Di saat hati itu baik, maka baiklah seluruh anggota badannya. Dan di saat hati itu rusak, maka rusaklah seluruh anggota badannya, sebagaimana sabdanya:

"Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika ia rusak maka rusaklah selu-ruh tabuhnva. Ketahuilah bahwa dia itu hati !" (HR Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah).


Maka dengan jelas Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam memberitakan kepada kita bahwa apabila hati itu baik, dipenuhi dengan dzikir dan thaat kepada Allah maka sungguh akan selamatlah mata, tangan, perut, kaki dan farji. Jadi kedudukan hati disini bagaikan seorang raja bagi seluruh anggota badannya, di-mana seluruh anggota badan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh hati, maka hati yang baiklah satu-satunya yang akan dapat menyelamatkan seseorang ketika menghadap Allah, yang pada hari itu tidak akan ada manfaat sedikit-pun, baik itu harta, anak, maupun istri, kecuali mereka yang membawa hati yang selamat ini. Allah berfirman:

"(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki   tidak   berguna,    kecuali   orang - orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih" (asy- Syu'ara:  88-89).

Syaikh   Aidh   al-Qarny   membawakan pendapat para ulama, maksud qalbun salim adalah:
  • Hati  yang   tidak   bisa   dimasuki   oleh syahwat dan syubhat.
  • Hati yang tidak terisi kecuali Allah Sub-hanahu wa Ta'ala.
  • Hati yang hanya dipenuhi oleh kalimat syahadatain.

maka kata beiiau selanjutnya bahwa hati yang selamat adalah hati yang selamat dari penyakit-penyakit syubhat dan syahwat, berbagai keraguan, syirik, riya', nifaq, sombong, ujub, iri, dan dengki. Hati yang dipenuhi dengan tauhid ullah dan pengagungan kepada-Nya. dipenuhi dengan ikhlas dan shiddiq (fujur), dipenuhi dengan tawakkal dan bersandar kepada Allah, serta hati yang dipenuhi dengan perasaan takut kepada Allah

Sedangkan Ahmad Faridl dalam kitab-nya tazkiyatun nufus membawakan pendapat bahwa yang dimaksud dengan qalbun salim adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, selamat dari setiap syubhat yang bertentangan dengan keba-ikan (kebenaran). 

Dengan demikian selamatlah hati itu dari beribadah kepada selain Allah dan selamat pula dari berhukum (bertahkim) kepada selain Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam, maka menjadikan beribadah itu hanya semata-mata kepada Allah yang disertai kesungguhan kemauan, kecintaan, tawakkal, tunduk, pasrah, rasa takut dan penuh harap kepada Allah, sehingga dia ikhlaskan seluruh amalannya hanya untuk Allah. Apabila dia mencintai sesuatu, dia mencintai karena Allah dan apabila dia membenci sesuatu. Apabila dia membenci karena Allah dan apabila dia memberi, maka dia mem-beri karena Allah, begitu pula apabila dia mencegah juga mencegah karena Allah. Bahkan tidak hanya sampai di situ saja, hatinya betul-betul selamat dari tunduk dan bertahkim kepada setiap yang berten-tangan dengan ajaran Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam. Hatinya terikat kuat oleh pendirian yang seperti ini dalam menghadapi setiap orang baik dalam u-capan maupun perbuatan. Maka sekali-kali dia tidak akan mendahului Allah dan Rasul-Nya baik dalam perkara aqidah, perkataan serta perbuatan, karena Allah telah berflrman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Al-Hujuraat: 1) . 

Sedangkan tanda-tandanya beliau bawakan:
  1. Seakan-akan dia telah meninggalkan dunia dan menetap di kampung akhirat sebagai bagian dari penduduk akhirat, sehingga dia rasakan di dunia ini sebagai orang yang asing yang singgah sebentar untuk mengambil sekedar kebu-tuhannya lalu kembali ke kampung ak-hiratnya.
  2. Selalu mendorong untuk kembali kepada Allah dan berbuat baik kepada-Nya, dan hanya menggantungkan kecintaan hatinya kepada Allah sebagaimana ketergantungan seseorang yang dilanda asmara kepada orang yang dicintainya, maka cukuplah baginya kecintaan Allah dan tidak lagi membutuhkan kecintaan kepada selain Allah, dan dengan me-ngingat kepada Allah dari mengingat kepada selain-Nya, dan cukuplah ban-tuan Allah tanpa bantuan selain-Nya.
  3. Apabila dia ketinggalan wirid (sebagian dari bacaan dzikir atau al-Qur'an) atau tidak melaksanakan kethaatan kepada Allah, maka ia merasa gelisah dan ke-cewa, lebih gelisah daripada orang yang kehilangan hartanya.
  4. Selalu dalam keadaan rindu untuk berkhidmat (melayani Allah) sebagaimana rindunya seorang yang lapar kepada makanan dan minuman
  5. Cita-citanya hanya satu yaitu bagai-mana agar bisa selalu thaat kepada Allah.
  6. Sangat takut kehilangan waktu percuma saja dari berdzikir kepada Allah, lebih takut atau lebih sedih daripada orang yang kehilangan hartanya.
  7. Apabila telah masuk waktu shalat hi-lang seluruh pikiran dan segala macam tentang urusan dunia dan dia dapatkan dalam shalat itu ketenangan, ketentram-an, kesejukan serta kegembiraan hati.
  8. Tidak lalai dari berdzikir kepada Allah dan tidak merasa bosan dalam berkhid-mat kepada Allah, dan tidaklah senang berteman   dengan  orang  lain kecuali kepada orang yang mengingatkan dan menunjukkan kepada-Nya. 
  9. Memiliki perhatian yang besar untuk selalu memperbaiki amal lebih besar dari pada amalnya itu sendiri, maka dia selalu memiliki semangat yang tinggi untuk selalu ikhlas dalam beramal, selalu mengoreksi diri, menyesuaikan amalnya dengan  sunnah Rasul gemar berbuat ikhsan, bersamaan dengan itu semuanya dia   saksikan  berbagai  nikmat  Allah yang banyak dan merasa sangat sedikit dalam memenuhi haq-haq Allah.
Di tempat yang lain Syaikh Abdul Ma-jid az-Zindany menyatakan bahwa yang dimaksud  qalbun salim adalah hatinya orang   yang   beriman   dimana   hati   itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 

Menerima kebenaran, maksudnya adalah hati yang mukmin akan selalu me-ngajak dirinya untuk mengetahui yang haq dan ittiba' kepada yang sebagaimana dalam firman-Nya:
"Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali  kepada Allah,   bagi  mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita   itu   kepada   hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah  orang-orang yang   mempunyai aqal" (Az - Zumar: 17-18).

Berkata Ibnu Katsir  rahimahullah maksudnya  adalah:  "Mereka adalah orang-orang yang memahami al-haq dan mengamalkan  al-haq, merekalah orang-orang yang disifati oleh Allah mendapat-can petunjuk di dunia dan petunjuk diakhirat dan merekalah orang-orang yang nemiliki aqal yang benar dan fithrah yang lurus" (Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir Muh. Ali as-Shabuni jilid II hal. 216). 

Cinta kepada al-haq dan lapang dada terhadap Islam sebagaimana firman Allah:

"Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam" (al-An-'am: 125).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah maksudnya adalah: "Allah memudahkan dan menggerakkan hatinya serta melapangkan untuk menerima Islam. Maka yang demikian ini adalah tanda-tanda ke-baikan". Sedangkan tanda bahwa seseorang itu dilapangkan dadanya oleh Allah dinyatakan oleh Rasulullah -Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dibawakan dari Abdillah bin Mas'ud ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat ini para shahabat bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimana syarah ayat ini ?" Beliau menjawab: "Nur yang dimasukkan oleh Allah ke dalam hatinya". Para shahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah tanda-tandanya ?" Beliau menjawab: "Selalu condong ke akhirat sebagai tempat yang kekal abadi dan menghindarkan diri dari dunia yang menipu dan mempersiapkan diri untuk kematiannya (mengahadapi kejadian setelah mati sebelum dia mati" (HR Abi Ha-tim) (Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir Muh. Ali as-Shabuni jilid I hal. 617). 

Selalu menyambut seruan iman dan cinta kepada hal-hal yang menambah kuatnya iman,    sebagaimana firman Allah:

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu". Maka Kami pun beriman" (Ali Imran: 193).

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata: "Siapakah antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini ?" ia pun orang-orang yang beriman, aka surat itu menambah imannya, sedang mereka merasa gembira (At-Taubah: 124).

Selalu ingat dengan peringatan Allah, bagaimana dengan firman-Nya:

"Sesungguhnya orang-orang yang ber-qwa bila mereka ditimpa was-was iri syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannva" (Al-A'rar: 201).

Oleh karena itu Allah memperingatkan da kita untuk saling memperingatkan karena peringatan itu pasti akan memberi-manfaat kepada kaum mukminin, sebagaimana dalam firman-Nya:

"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman" (Adz-Dzaariyaat: 55).

Yakin, memiliki keyakinan yang kokoh yang tidak diguncang oleh keraguan.
Hatinya lembut dalam menghadapi pe-ringatan Allah.
Mengikuti/ittiba' kepada al-Qur'an dan as-Sunnah, sebagaimana firman-Nya:

"Hai    orang-orang    yang     beriman, tha'atlah kepada Allah dan tha'atlah kepada Rasul-Nya...." (an-Nisaa': 59). 

dan firman-Nya pula:

"Barangsiapa yang thaat kepada Rasul, berarti pula dia telah thaat kepada Al-lah" (an-Nisaa': 80) ,

Itulah qalbun salim, mudah-mudahan hati kita termasuk di dalamnya. Amien....

Maraji':
l. Dari kitab  Ihfadhillaha  yahfadhuka,
    Syaikh Aidh bin Abdillah al-Qarny hal. 39-40 terbitan Daarul Wathan. 
2.Tazkiyatun Nufus, Dr. Ahmad Faridl terbitan Daarul Qalam Beirut, Libanon, hal. 25.
3. AHman, Abdul Majid az-Zindany, terbitan Daarul Qalam Damsyik, disarikan dari hal. 18-25.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar