Etika Dalam Bertetangga Dalam Islam
Definisi Tetangga
Tetangga adalah orang yang mendampingimu secara syart; dia bisa seorang muslim atau kafir, orang yang baik atau yang jahat/fajir, teman atau musuh, orang yang berkelakuan baik atau bermoral bejat, orang yang menguntungkan atau membahayakan, kerabat atau orang asing, penduduk setempat atau pendatang.
Tingkatan bertetangga
Dalam bertetangga terdapat tingkatan-tingkatan yang sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lain dan bisa bertambah juga bisa berkurang sesuai dengan kedekatannya, kekera-batannya, keagamaannya, ketakwaan-nya, dan sebagainya. Oleh karena itu harus diposisikan sesuai dengan kondisi dan kelaikannya.
Batasan dalam bertetangga
Statement-statement yang dikeluarkan oleh Ahlul'ilm dalam masalah ini sangat beragam, namun statement yang lebih mendekati kebenaran wallahu a'lam adalah bahwa batasan dalam bertetangga harus merujuk kepada adat/kebiasaan yang berlaku; jadi, apa yang menurut definisi adat adalah tetangga maka disebutlah demikian.
Ruang lingkup pengertian tetangga
Tetangga yang berada di tempat kediaman/hunian merupakan bentuk bertetangga yang paling nil, tetapi sebenarnya pengertian tetangga dan bertetangga lebih luas dan umum dari definisi itu. Artinya, orang yang berada di pusat perbelanjaan, pasar, sawah, kantor dan bangku belajar dapat dianggap sebagai tetangga.
Tetangga juga mencakup teman seperjalanan, isteri serta hubungan bi-lateral dan multilateral yang terjadi antar negara dan kerajaan.
Pesan-Pesan Islam mengenai hak tetangga
Tetangga di dalam Islam mendapatkan perlindungan dan hak-hak yang banyak yang tidak akan pernah ditemukan dalam perundang-undangan tentang etika bahkan undang-undang buatan manusia secara keseluruhan.
Banyak sekali dalil-dalil yang berkaitan dengan hal itu, diantaranya adalah firman Allah Ta'ala:
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu memperse-kutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil...". (an-Nisa':36).
Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits:
"Jibril masih terus berpesan kepa-daku (untuk memperhatikan hak) tetangga sehingga aku mengira bahwa dia (mewahyukan) bahwa tetangga memiliki hak warits" (Hadits Muttafaq 'alaihi).
'Maksudnya adalah "aku (Ras-lullah) mengira bahwa dia (Jibril) akan menyampaikan wahyu dari Allah kepadaku perihal hak seorang tetangga mewarisi tetangga lainnya".
Dalil-dalil di atas merupakan untaian kata yang amat komplit dan valid yang menegaskan hak tetangga dan menganjurkan agar menjaga seluruh hak-haknya tersebut.
Hak-Hak Tetangga
Karena banyaknya hak-hak yang berkaitan dengan tetangga sehingga sangat sulit untuk dijelaskan secara detail, namun secara garis besarnya hak-hak tersebut berkisar pada empat hal, yaitu:
l. Tidak menyakitinya;
Menya-kiti siapa saja tanpa alasan yang benar adalah diharamkan, sementara menya-kiti tetangga lebih diharamkan lagi.
Dalam "Shahih Al-Bukhari" dari Abu Syuraih dari Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman.", beliau kemudian ditanyai: siapa orang tersebut wahai Rasulullah? beliau menjawab: "Orang yang tetangganya tidak aman dari lidah/ ucapan-ucapannya "
Dalam "Shahih Muslim" dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu'alaihi wa sallambersabda:
"Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak luput dari lidah/ ucapan-ucapannya "
Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dia berkata: ada seseorang yang berkata: wahai Rasulullah! sesungguhnya si fulanah (seorang wanita yang anonim) selalu shalat di malam hari, berpuasa di siang hari tetapi ada sesuatu pada lidahnya, yaitu; dia selalu menyakiti tetangganya dengan ucapannya yang pedas. Beliau bersabda: "Tidak ada kebaikan pada perem-puan (seperti)hya, dia (tempatnya) di neraka"
Kemudian ada lagi yang berkata kepada beliau: sungguh si fulanah (yang lain) hanya shalatwajib, ber-puasa bulan Ramadhan, bersedekah (meskipun dengan) susu yang sudah dibekukan sementara dia tidak memiliki amalan selain itu, namim dia tidak menyakiti orang lain. Beliau bersabda: "Dia (tempatnya) di surga". (HR Ahmad dan Imam Bukhari dalam kitabnya "Al-Adabul Mufrad", dishahih-kan oleh Al-Hakim serta disetujui (muwafaqah) oleh Imam Adz-Dzahabi).
2. Melindunginya;
Diantara pesan yang disampaikan oleh Rasulullah berkaitan dengan hak tetangga adalah haknya untuk dilindungi. Dan diantara tanda yang mengindikasikan betapa luhur kemauan seseorang adalah bila dia selalu siap siaga menolong tetangganya manakala suatu marabahaya sedang mengintainya, baik hal itu menyangkut kehormatan-nya, jiwanya, hartanya ataupun lainya.
Melindungi tetangga sudah sejak dulu merupakan salah satu kebangga-an bangsa Arab yang paling masyhur dimana mereka mengekspresikannya dalam syair-syair mereka. Al-Khansa' (salah seorang penyair wanita Arab yang paling tenar kala itu) mengungkapkan hal itu dalam salah satu bait syairnya yang mengisahkan pujian terhadap saudara laki-lakinya yang selalu melindungi tetangga:
"Tetanggamu terlindungi dan terbentengi dari kelaliman oleh pertolonganmu ia akhirnya tidak tersakiti dan terhina"
3. Berbuat baik kepadanya;
Budipekerti semacam ini adalah simbol keutamaan dan keimanan. Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapayangberiman kepada Allah dan hari Akhir maka hendakiah ia memuliakan tetangganya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat Muslim terdapat lafaz (yang artinya): "...maka hendakiah dia berbuat baik kepada tetangganya".
Di antara bentuk berbuat baik kepada tetangga adalah dengan melawatnya kala dia ditimpa musibah, mengucapkan selamat kala dia mendapatkan kesenangan, membesuk-nya kala dia sakit, memulai salam kepadanya, berwajah ceria kala berpapasan dengannya, membimbingnya tentang masalah agama dan dunia yang bermanfaat baginya serta sedapat mungkin berbuat baik kepadanya secara berkesinambungan.
4. Tahan dan tabah dalam menghadapi keisengannya;
Ini juga termasuk sifat yang paling agung dan budi pekerti yang paling baik sebab seorang yang agung lagi berakal adalah orang yang menganggap kesewenang-an yang dilakukan tetangganya sebagai angin lalu saja dan membalas kesalahan-kesalahan dan perbuatannya yang menyakitkan had dengan penuh ma'af, apalagi bila hal itu dilakukannya tanpa disengaja atau memang dia mengakui perbuatannya tersebut dan datang meminta ma'af.
Al-Marruzy meriwayatkan dari al-Hasan (al-Bashri-penj), dia berkata: "Bertetangga yang baik bukan sekadar -tidak mengganggunya, tetapi hal itu diukur dengan seberapa tabah dia dalam menghadapi gangguannya ".
Di antara bentuk-bentuk keteledoran dalam menjaga hak Tetangga
Banyak sekali bentuk-bentuk yang dapat dikategorikan sebagai keteledoran dalam menjaga hak tetangga. Diantara bentuk keteledoran tersebut adalah:
- Membuat gerah (memanas-manasi) tetangga;
- Iri kepadanya;
- Mencemoohnya;
- Membuka rahasianya;
- Mencari-cari kesalahan-kesalahan-nya;
- Merasa senang jika ia mendapat kesialan;
- Menghasut orang lain agar menjauhi-nya;
- Melanggar hak-haknya;
- Kurang mendidik anak untuk menjaga hak tetangga;
- Mengusik ketenangan tetangga;
- Menyewakan rumah kepada orang yang tidak disukainya;
- Mengkhianatinya;
- Mengelabuinya;
- Kurang berbuat baik kepadanya;
- Kurang sigap dalam melindunginya;
- Kurang berkemauan untuk mengenal-nya lebih dekat;
- Kurang perhatian terhadap kondisi-nya
- Kurang melakukan kontak dengan-nya;
- Kurang membudayakan kebiasaan saling memberi hadiah;
- Menyikapi dengan sombong dan angkuh bila mendapatkan hadiah darinya;
- Enggan meminjamkan perabot-perabot rumah tangga yang ringan-ringan;
- Kurang perhatian terhadap kewajiban mengembalikan barang yang dipinjam darinya;
- Enggan memenuhi undangannya, baik itu walimah atau acara-acara lain;
- Antar sesama tetangga kurang saling menasehati;
- Enggan bekerjasama dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan;
- Antar sesama tetangga terlalu sering ribut-ribut dan bertengkar;
- Tidak saling menegur sapa;
- Saling memutuskan tali silaturrahim hanya karena hal yang amat sepele;
- Antar sesama tetangga kurang ada kemauan untuk memperbaiki hu-bungan/berdamai bila terjadi
keretakan hubungan;
- Enggan berbuat baik terhadap 'tetangga yang baru/masih asing;
- Kurang perhatian terhadap penting-nya memilih tetangga yang baik;
- Suka usil yang kelewatan terhadap tetangga yang baik-baik;
- Kurang berkomunikasi dengan tetangga lama yang sudah lama pindah rumah.
(Disarikan dari buku Kalimat Mutanaw-wi'ah fi Abwabin Mutafarriqah, bagian ketiga, bab Al-Kalimat fil jaar, karya Muham-mad bin Ibrahim Al-Hamd, oleh Abu Hafshoh Al-'Afifah)