--> Skip to main content

BEREBUT MEMELIHARA ANAK YATIM

Fariq Gasim Anuz: Kedudukan anak-anak yatim begitu diperhatikan dalam Islam. Menyantuni mereka adalah perintah dan mengabaikan mereka jelas dosa. Karena itu, wahai saudaraku, jika kita diamanati mendidik anak-anak yatim di rumah kita atau di sekolah, sayangilah mereka seperti kita menyayangi anak kandung kita sendiri.

Kisah berikut membuktikan kepedulian Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat utama terhadap anak yatim. Mari kita simak bersama.

Ketika itu, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat beliau radhiallahu anhum telah selesai menunaikan umrah di tahun ketujuh Hijriyah setelah tahun sebelumnya dihalangi kaum musyrik Quraisy untuk masuk ke kota Makkah. Kendati demikian, kaum Musyrik Makkah hanya memberi waktu tiga hari bagi kaum muslimin untuk tinggal di Makkah.

Tiba saatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat yang berjumlah dua ribu orang meninggalkan kota Makkah menuju Madinah.

Umamah binti Hamzah bin Abdul Muthalib, anak yatim dari sayyid syuhada yang tinggal bersama ibunya (Salma binti Umais) di Makkah, ingin ikut bersama rombongan kaum muslimin tinggal di Madinah. Si kecil yang belum mencapai aqil baligh memanggil Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan suara yang sendu: "Wahai Paman! Wahai Paman!"

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam saat itu berusia 60 tahun. Meskipun beliau merupakan saudara sepupu Umamah, tapi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam juga merupakan saudara sesusuan bagi Ayah Umamah. Usia Hamzah dua tahun lebih tua dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Sehingga Umamah memanggil beliau paman. Umamah sangat merindukan sosok Ayah. Umamah sebagai muslimah juga merasa tidak nyaman tinggal di Makkah. Ia ingin hidup di lingkungan yang mendukungnya untuk istiqamah.

Rupanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mendengar panggilan Umamah. Sayyidina Ali radhiallahu anhu yang mendengar suara Umamah segera menghampiri dan menggandeng tangan Umamah. Ali meminta Fathimah, istri beliau, untuk membawa Umamah dan memelihara Umamah. Fathimah, sebagai istri, tidak membantah perintah suaminya. Fathimah juga tidak merasa terbebani dengan perintah suaminya untuk memelihara anak yatim di rumah. Hal itu merupakan kehormatan dan ladang amal shalih untuk bekal di hari akhirat.

Sayyidina Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu anhu merasa lebih wajib untuk memelihara Umamah. Sayyidina Zaid bin Haritsah juga merasa lebih berhak untuk memelihara Umamah. Mereka bertiga berselisih memperebutkan anak yatim untuk dipelihara di rumah mereka.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang mendengar perselisihan ketiga orang sahabat beliau segera melerai dan akan memutuskan siapa yang lebih berhak untuk memelihara Umamah puteri Hamzah bin Abdul Muthalib.

Ali beralasan bahwa Umamah adalah putri paman beliau sekaligus putri paman Fathimah. Ja'far beralasan bahwa Umamah adalah putri paman beliau dan istri Jafar, Asma binti Umais merupakan bibi Umamah. Ibu Umamah dan istri Ja'far itu kakak beradik. Zaid bin Haritsah beralasan bahwa Umamah adalah putri dari saudara beliau. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam waktu sebelum hijrah telah mempersaudarakan antara Zaid dengan Hamzah agar keduanya saling menolong dan membantu lebih dari saudara senasab atau saudara seakidah yang lainnya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memutuskan hak pengasuhan Umamah kepada Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu anhu karena disamping Ja'far merupakan keponakan Hamzah, istri Ja'far merupakan bibi Umamah. 

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

((الخالة بمنزلة الأم))

"Bibi (saudara ibu) kedudukannya seperti ibu (kandung)."

Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memuji ketiga sahabat beliau yang cekatan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Kepada Sayyidina Ali radhiallahu anhu, beliau bersabda:

أنت مني وانا منك

"Engkau adalah bagian dariku dan Aku adalah bagian darimu."

Kepada Sayyidina Ja'far radhiallahu anhu, beliau bersabda:

اشبهت خلقي وخلقي

"Engkau serupa dengan diriku dalam fisik dan akhlakku."

Kepada Sayyidina Zaid bin Haritsah radhiallahu anhu, beliau bersabda:

أنت اخونا ومولانا

"Engkau adalah saudara kami dan maula (mantan budak) kami."

Allah Akbar! 
Perasaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sangat halus. Hati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sangat lembut. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memuji Ali dan Zaid untuk menghibur keduanya agar tidak kecewa dan menegaskan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sangat mencintai keduanya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga memuji Ja'far bahwa fisik dan akhlaknya seperti fisik dan akhlak Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. 

Pujian beliau kepada Ja'far mengandung tiga pelajaran:

Pertama, agar Ali dan Zaid bisa menerima dengan lapang dada dan tidak khawatir bahwa orang yang akan merawat dan mendidik anak yatim putri Hamzah adalah orang yang kapabel.

Kedua, agar Ja'far lebih perhatian dan berakhlak dengan akhlak Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ketika merawat dan mendidik anak yatim.

Ketiga, hiburan bagi Umamah. Meskipun Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tidak merawatnya, tapi Ja'far merupakan copy bagi akhlak Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Umamah akan merasa tenang bahwa sosok yang menjadi pengganti ayahnya adalah seorang yang lembut, halus perasaannya, dan sangat sayang kepadanya.

Masih banyak anak-anak yatim di sekitar kita yang merindukan sosok ayah. Seandainya kita belum mampu merawat mereka di rumah kita, carilah mereka. Usaplah kepala mereka dengan kelembutan, berilah mereka makan, penuhilah kebutuhan mereka. Semoga Allah melembutkan hati kita dan memenuhi kebutuhan kita. Amin.

Sumber :
Shahih Bukhari
Al Lu'lu Al Maknun fii Siirati Annabiyyi Al Ma'muun. Oleh: Musa Al 'Aazimi
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar